Senja menggantung rendah di langit Parungkuda ketika Iman Adinugraha menepi di sebuah warung sederhana yang menyimpan aroma nostalgia dan cita rasa lokal. Sate ABAH bukan sekadar tempat makan—ia adalah ruang silaturahmi, tempat di mana seorang wakil rakyat kembali menjadi bagian dari denyut kampung halaman.
Hari itu, Iman baru saja menyelesaikan serangkaian giat dan kini pulang di daerah pemilihannya untuk lanjut giat lagi. Sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat, ia tak hanya membawa aspirasi rakyat ke Senayan, tetapi juga mengemban amanah sebagai anggota Badan Sosialisasi MPR RI—lembaga yang bertugas menyampaikan nilai-nilai luhur konstitusi kepada masyarakat luas. Dari podium resmi hingga meja kayu warung, Iman menjahit benang pengabdian dengan tangan yang tak pernah lelah menyapa.
Di warung itu, ia duduk bersahaja bersama Mang Alo dan Mang Deri, yang tak hanya menemani, tapi juga menjadi saksi perjalanan panjangnya. Ada Enye juga, si pelengkap rasa yang membuat suasana makin hangat dan nikmat. Di antara kepulan asap sate dan obrolan ringan, terselip percakapan tentang konstitusi, tentang hak rakyat, dan tentang pentingnya menjaga semangat kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.
Besok, Maulid Nabi Muhammad SAW akan tiba. Dalam sela-sela santap dan silaturahmi, Iman mengajak warga menyambut hari suci itu dengan hati yang bersih dan doa yang tulus. “Semoga kita semua diberi keberkahan, kesehatan lahir dan batin,” ucapnya, bukan hanya sebagai politisi, tapi sebagai anak kampung yang tak pernah lupa jalan pulang.
Dari warung sate ke ruang aspirasi, dari sosialisasi konstitusi ke doa yang dalam—Iman Adinugraha menenun pengabdian dengan benang silaturahmi, rasa syukur, dan semangat kebangsaan.
